Selasa, 08 Januari 2008

Pelajaran dari kehidupan burung

Kita tahu elang garuda yang terbang dengan gagahnya, matanya yang sangat tajam mengawasi permukaan bumi. Sarang burung elang garuda biasanya terdapat di tempat-tempat terpencil, bukit-bukit batu yang tinggi dan sangat sulit dijangkau oleh mahluk lain. Pada saat waktunya untuk bertelur, jantan dan betina bekerjasama untuk membangun sarang.

Jantan-betina elang garuda secara bergantian mengerami telur-telurnya. Dengan hati-hati mereka menjaganya dari gangguan binatang lain ataupun gangguan alam. Sampai akhirnya telur-telur tersebut menetas.

Setelah menetas dengan penuh kasih sayang mereka merawat dan menjaga anak-anaknya, bergantian mereka mencari makanan dan menyuapi anak-anaknya. Pada saat ini jantan dan betina elang garuda pada kondisi siap bertarung dengan siapapun yang berani mengganggu anak anaknya, memproteksi anak-anaknya dengan kelembutan. Setiap hari tanpa bosan sang induk selalu menghangatkan tubuh anak-anaknya, menyuapi dilakukannya sampai anaknya cukup dewasa.

Sang induk tahu persis kapan anak-anaknya cukup dewasa untuk terbang. Ketika itulah sang bapak elang bertindak yang cukup sadis. Anak-anaknya dicengkeram dan dijatuhkan kedalam jurang yang dalamnya nggak kira-kira

Sadis .... memang kelihatannya begitu. Tapi lihat .....

Anak-anaknya yang dijatuhkannya ke jurang terpaksa mengepakkan sayapnya ... bisa .... dan ... terbanglah si elang garuda muda dengan gagahnya diangkasa. Kalau nggak dipaksa, nggak bakal bisa terbang.

Apakah semua begitu??? ... jawabnya “tidak”, ada anak-anak elang yang malas atau terlambat mengepakkan sayapnya, jatuh ke jurang dan mati. Ini adalah seleksi alam yang berlaku universal.



Hikmah yang bisa aku ambil

Hal tersebut diatas, membuat aku sangat bersyukur kalau melihat perjalanan hidupku. Pada saat dianggap sudah waktunya bisa “mengepakkan sayap” aku di”dampar”kan oleh Allah ke daerah yang sama sekali aku belum kenal yaitu Maumere – Flores, jauh dari tempat asal tanpa sanak tanpa saudara, betul-betul harus survive sendiri.

Jangan dibayangkan Maumere seperti sekarang, kejadian itu adalah tahun 1973. Huh .... waktu itu dari Nangameting (pinggir kota) sampai kompleks Pensip tempat tinggalku tidak ada satu rumahpun yang ada padang savana, ladang jagung daerah kering. Sedangkan jalan menuju komplex Pensip adalah jalan ber-batu-batu, berdebu, tidak ada penerangan jalan dan listrik kompleks hanya sampai jam 10 malam. Kalau untuk background film cowboy sangat cocok.

Kembali ke alinea awalku, Aku sangat bersyukur bahwa disitulah awal aku mengepakkan sayapku mengarungi warna-warni dunia, bisa belajar membuat network / relationship dengan manusia lain, instansi lain dsb. Dan yang terpenting disitu aku belajar hidup mandiri dan tidak tergantung pada siapapun. Ambil keputusan sendiri dan resiko ditanggung sendiri.

Sampai memboyong istri dari sana (lain kali tak ceritain). Hanya karena kasih sayang Allah-lah maka sampai saat ini aku masih survive.

Aku sekarang elang garuda yang sudah tua, tapi paling tidak aku bisa berbangga hati sudah pernah menjadi elang garuda muda yang gagah dan berani, mengarungi dunia sampai ke kutub Utara.